MasyarakatBatak Toba secara umum masih patuh terhadap norma budaya yang diwariskan oleh leluhurnya misalnya pantangan perkawinan semarga dan pantangan lainnya. Norma ini biasanya diwariskan dalam bentuk lisan dan cerita rakyat. Penelitian ini menggali kearifan lokal yang diwariskan lewat cerita rakyat yang memiliki setting dan amanat mitos 1 Sejarah Batak Asli. Cerita Si Raja Batak, dalam versi aslinya, bermula dari rombongan yang berasal dari Thailand, yang mana menyeberang ke Sumatera. Rutenya sendiri diyakini mengambil jalur ke Semenanjung Malaysia, hingga akhirnya sampai ke Sianjur Mula-mula serta menetap disana. Tentunya wilayah tersebut, meski sudah mengalami berbagai Namundalam Artikel ini saya akan menyampaikan mengenai suku Batak pada umumnya terdapat beberapa sudut pandang yang berbeda mengenai Asal-usul suku Batak. yang pertama ahli sejarah Batak ada yang mengatakan bahwa Si Raja Batak berasal dari daerah Thailand yang menyeberangi Pulau Sumatera bersama dengan rombongannya melalui semenanjung Malaysia Ceritarakyat danau toba dalam bahasa batak. Danau toba lake toba dalam bahasa inggris. Danau toba yang indah dongeng dan cerita rakyat tentang legenda asal usul danau toba sepertinya menjadi cerita yang menarik untuk dibicarakan. Just thrown the hook into the river and he got the big fish. Samosir dan ibunya saling berpoegangan. PDF| Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan eufemisme dalam cerita rakyat batak Toba Boru Saroding dan bagaimana | Find, read and cite all the research you Asalmula cerita SIGALEGALE dalam bahasa batak Adong ma nasaina 2 halak na marhaha maranggi. Goar ni Siahaan Datu Niantan; angginan di goar Datu Manggeleng. Rap tarbarita do nasida na dua ala ni hadatuonna be. Nungnga hot ripe datu Niantan, alai ianggo anggina i tung so olo do mambuat boru. AY8h. Untuk pembahasan kali ini kami mengulas mengenai suku batak yang dimana dalam hal ini meliputi bahasa, kesenian, kepercayaan dan mata pencaharian, nah agar lebih memahami dan dimengerti simak ulasannya dibawah ini. Sejarah Suku Batak Orang batak ialah penutur bahasa Austronesia dimana bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia berasal dari Taiwan yang telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar tahun lalu pada zaman batu muda “Neolitikum”. Belum diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali berada di Tapanuli dan Sumatera Timur. Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam. Bahasa Suku Batak Bahasa yang digunakan oleh orang Batak ialah bahasa Batak dan sebagaian juga ada yang menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat yang berbeda-beda. Orang Karo menggunakan Logat Karo, sementara logat Pakpak dipakai oleh Batak Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh Batak Simalungun dan logat Toba dipakai oleh orang Batak Toba, Angkola dan Mandailing. Baca Juga Sejarah Suku Mentawai Kesenian Suku Batak Tari Tor-tor merupakan kesenian yang dimiliki suku Batak, tarian ini bersifat magis, ada lagi Tari serampang dua belas yang hanya bersifat hiburan. Sementara alat musik tradisionalnya ialah Gong dan Saga-saga. Adapun warisan kebudayaan berbetuk kain ialah kain ulos. Kain hasil kerajinan tenun suku batak ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Agama dan Kepercayaan Suku Batak Sebelum suku Batak Toba mengenal agama, mereka menganut sistem kepercayaan religi tentang Mulajadi na Bolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep yaitu Tondi Merupakan jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap “menjemput” tondi dari sombaon yang menawannya. Sahala Merupakan jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang, semua orang memiliki tondi tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. Begu Merupakan tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. Mata Pencaharian Suku Batak Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mendapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Peternakan juga salah satu mata penvaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang, misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitnya dengan pariwisata. Sistem Kekerabatan Suku Batak Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan genealogi dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan genealogi terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian padan antar marga tertentu maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang sering kali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat. Baca Juga Sejarah Suku Pamona Adat Istiadat Suku Batak Setiap suku tentu memiliki pandangan hidup yang dipakai sebagai pedoman hidup. Falsafah masing-masing suku tidak jarang kali berbeda-beda sebab kepercayaan yang mereka yakini pun berbeda. Berikut ialah nilai-nilai adat yang dipunyai oleh Suku Batak Hagabeon Hagabeon ialah harapan masyarakat Batak guna mempunyai keturunan anak cucu yang baik. Di samping baik mereka pun selalu bercita-cita anak cucu mereka diberi kesehatan sebab adalahpenerus mereka. Tujuan utama dari pernikahan menurut keterangan dari orang Batak ialah mendapatkan keturunan. Bagi mereka keturunan ialah suatu keberhasilan yang patut dibanggakan. Terutama guna anak laki-laki yang seringkali akan meneruskan nama marganya. Uniknya lagi pada aturan adat kuno. Jika kamu orang Batak pada zaman dahulu, kamu akan diajak mempunyai 33 anak diantaranya 17 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Namun seiring pertumbuhan zaman, aturan tersebut sudah tidak sedikit ditinggalkan. Pada zaman kini yang dijadikan prioritas ialah kualitas dari seorang anak, bukan kuantitasnya. Maka bakal lebih dikhususkan untuk mengajar ketrampilan seorang anak dan menjangkau pendidikan yang tinggi. Uhum Dan Ugari Uhum dan ugari adalahhukum di masyarakat Batak. Orang Batak sangat mendirikan hukum dan memprioritaskan sikap keadilan. Hukum adat batak ini erat kaitannya dengan suatu kesetiaan dan jani. Jika terdapat yang melanggar suatu kesepakatan yang telah dijanjikan maka bakal menerima suatu sanksi. Misalnya andai anda ialah orang Batak dan mempunyai sebuah kesepakatan dan telah berjanji. Kemudian kamu berkhianat, maka kamu akan menerima sanksi serta bakal mendapat cacian dari masyarakat sekitar. Hukum untuk orang Batak adalah suatu urusan yang sangat urgen untuk ditaati. Marsisarian Marsisarian adalah sebuah nilai guna saling menghormati, mengerti, dan membantu. Nilai ini tercipta sebab adanya perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari tersebut dengan adanya nilai ini dapat menanggulangi konflik sosial yang ada. Selain tersebut nilai ini pun mencegah terjadinya konflik lagi dalam kehidupan sosial. Hamoraan Hamoraan dalam bahasa indonesia memiliki makna kehormatan. Seseorang bakal terhormat bilamana mempunyai kekayaan dan sikap baik terhadap sesama. Contohnya andai anda ialah orang kaya namun tidak mau menolong yang kesusahan, maka kamu dianggap tidak mempunyai nilai hamoraan. Pangayoman Berdasarkan keterangan dari pendapat orang Batak pangayoman memiliki makna bahwa seluruh orang adalahpengayom. Mereka orang Batak bakal senantiasa saling melindungi antar satu sama lain. Nilai ini menjadikan orang Batak lebih berdikari dan tidak tidak jarang kali bergantung untuk orang lain. Baca Juga Sejarah Suku Baduy Rumah Adat Suku Batak Rumah adat Suku Batak mempunyai nama yakni Rumah Bolon. Rumah Bolon di Sumatera Utara mempunyai enam jenis lokasi tinggal yang berbeda. Karena Suku Batak mempunyai enam sub suku, yakni Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Angkola, Karo, dan Pakpak. Meskipun jenis lokasi tinggal ini berbeda-beda tetapi perbedaan lokasi tinggal ini tidaklah banyak. Rumah bolon memiliki karakteristik yaitu terdapat dekorasi ornamen pada unsur tertentu. Hiasan ornamen tersebut seringkali berada di unsur dinding atas pintu. Hiasan ini ditujukan sebagai penolak kejelekan seperti bahaya dan penyakit. Ornamen yang terdapat pada lokasi tinggal bolon disebut dengan gorga, oleh karena tersebut rumah bolo biasa dinamakan dengan sebutan lokasi tinggal gorga. Gorga adalahukiran yang seringkali bergambar binatang. Binatang tersebut ialah cicak, ular, atau kerbau dan memiliki makna tertentu. Gorba seringkali diberi warna hitam, putih, dan merah. Gorga berbentuk gambar ular diandalkan oleh orang Batak bahwa ular sebagai petanda bahwa empunya rumah bakal mendapatkan berkah yang banyak. Gorga dengan format gambar cicak memiliki makna bahwa orang Batak dapat hidup dimana juga mereka berada. Salah satunya ialah saat merantau diinginkan orang Batak tidak bakal terputus tali persaudaraannya meskipun berada di wilayah yang jauh. Di samping itu, diinginkan juga saat bertemu dengan sesama sukunya di wilayah lain maka mesti saling mengikat persaudaran. Sedangkan gorga yang berbentuk kerbau adalahucapan terima kasih. Ucapan terima kasih itu ditujukan untuk kerbau yang selalu menolong menggarap pertanian mereka. Dalam mengerakan ladang pertanian orang Batak tidak sedikit menggunakan kerbau pada zaman dahulu sebelum adanya mesin traktor dan yang lainnya. Pada unsur atap lokasi tinggal bolon bentuknya lancip di depan dan belakang. Bentuk atap ini yang menciptakan rumah bolon terlihat indah. Pada unsur depan lokasi tinggal bolon lebih panjang diabndingkan unsur belakangnya. Dengan format rumah laksana ini diinginkan keturunan dari empunya rumah bisa menjadi orang yang sukses. Pada zaman kini ini, kamu akan jarang menenukan lokasi tinggal ini. Karena tidak sedikit orang Batak yang bukan lagi menggunakan format rumah bolon. Mereka sudah tidak sedikit mengalami peradaban sehingga memilih format rumah modern dikomparasikan rumah bolon. Baca Juga “Suku Tidore” Sejarah & Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan Pakaian Adat Suku Batak Suku Batak mempunyai pakaian adat yang paling terkenal, yakni kain ulos. Kain ulos telah dijadikan sebagai identitas guna Provinsi Sumatra Utara. Kain ulos adalahkain yang berbahan benang sutra dan ditenun secara manual. Pakaian ulos ini juga dipakai dalam kehidupan keseharian karena tidak sedikit yang menyenangi pakaian ini serta nyaman digunakan. Kain ulos mempunyai beranekaragam corak dan motif yang indah. Setiap motif yang dipunyai kain ulos mempunyai makna tertentu. Kain ulos yang ditenun seringkali berwarna merah, hitam, emas, dan putih. Pada upacara adat atau acara tertentu orang Batak akan memakai kain ulos ini sebagai selendang. Suku Batak ialah suku dengan warga terbesar di Indonesia, selain tersebut penduduknya pun tidak sedikit tersebar di semua Indonesia. Hal ini disebabkan ada sebuah doktrin dari nenek moyang mereka supaya keturunannya tidak jarang kali merantau ke sekian banyak tempat. Yang sangat dikenal dari Batak ialah salah satu sub sukunya yakni Batak Toba. Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari cerita rakyat dari sumatera utara Berbicara tentang cerita rakyat, tidak akan terpisah dari mitos atau legenda terkait keberadaan suatu tempat atau kebudayaan. Cerita rakyat menjadi salah satu kekayaan akan keberagaman budaya serta cerita dari Indonesia. Setiap daerah memiliki cerita rakyat yang kisahnya cukup menarik dan memberikan nilai-nilai moral yang sarat akan makna. Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi di pulau Sumatera, Indonesia, juga memiliki berbagai cerita rakyat menarik yang datang dari suku Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, Mandailing dan berbagai etnis lainnya yang tinggal dan hidup di setiap kabupaten di provinsi tersebut. Legenda tersebut, ada yang mengkisahkan tentang terjadinya suatu obyek/tempat dan ada pula mengenai asal mula terbentuknya suatu marga. Masing-masing cerita itu tentu menyiratkan pesan moral, nasihat dan kebaikan bagi para pembaca. Untuk melestarikannya, tim berupaya untuk mengumpulkan cerita rakyat terbaik dari Sumatera Utara. 1. Terjadinya Danau Toba dan Pulau Samosir Cerita rakyat dari masyarakat suku Batak ini berkisah tentang keberadaan seorang pemuda bernama Toba yang kemudian menikah dengan seorang putri dari khayangan. Toba akhirnya memiliki anak dan diberi nama Samosir. Pada suatu ketika, Samosir diminta oleh ibunya untuk mengantarkan makanan kepada ayahnya di ladang. Di perjalanan, Samosir merasa lapar dan memakan titipan ibunya hingga habis dan tersisa tulang saja. Mengetahui hal tersebut, Toba marah dan memakinya anaknya dengan sebutan ikan. Ibunya yang melihat Samosir menangis akhirnya murka karena Toba melanggar perjanjian. Wanita tersebut kemudian memutuskan untuk kembali ke khayangan. Toba meminta maaf namun tak digubris sama sekali. Selepas kepergian wanita itu, tiba-tiba hujan turun begitu lebat sehingga terbentuklah danau terbesar di Asia Tenggara yang kelak diberi nama Danau Toba dengan sebuah pulau ditengahnya dan diberi nama Pulau Samosir. 2. Legenda Lubuk Emas dari Nias Alkisah di Teluk Dalam Nias Selatan seorang raja bernama Simangolong mempunyai seorang putri bernama Sri Padan. Ia bak gadis sempurna, diwariskan wajah rupawan, giat bekerja dan tak segan turun tangan membantu orang di sekitarnya. Keanggunan Sri Pandan tak hanya memikat pemuda Nias. Namun, tak sedikit keturunan raja terang-terangan menyatakan keinginan mereka untuk menikahi Sri Padan. Suatu ketika, Kerajaan Aceh menjatuhkan lamaran. Rasa bahagia menyelimuti Raja Simangolong. Ketika memberi tahu sang putri, Sri Pandan justru menangis tersedu-sedan. Dalam isaknya, Sri Pandan akhirnya jujur dan mengakui jika ia telah menjalin hubungan dengan Hobatan, pria yang selama ini merupakan pembantu Simangolong. Bulat sudah tekad Sri Pandan, ia mengajak Hobatan pergi meninggalkan kerajaan. Sayang, justru penolakan yang diberikan lelaki yang ia cintai itu. Sakit hati, ia pun berkemas sendiri dan meninggalkan kerajaan. Tujuannya satu, yaitu ke sebuah aliran sungai bernama Lubuk Asahan. Dengan lantang, Sri Pandan bersumpah jika tak akan ada lagi wanita cantik di Teluk Dalam, ia pun menerjunkan diri bersama emas dan pakaian yang ia kemas dari dari kerajaan. Hilangnya sang putri membuat gempar. Hobatan pun angkat suara dan menyebut jika Sri Pandan telah melarikan diri dan terjun ke sungai yang kini diberi nama Lubuk Emas. 3. Cerita Terjadinya Lau Kawar Lau Kawar merupakan danau di kaki Gunung Sinabung. Di balik keindahannya, terdapat asal mula terjadinya Danau Lau Kawar yang tak banyak orang ketahui. Berikut ceritanya Lembah hijau dan subur di sudut Naman Teran menjadi tempat tinggal bagi Kawar. Di sana, ia tinggal bersama istri, anak dan juga ibu kandungnya. Semula, tak ada yang berbeda dengan keluarga itu, hingga terjadilah murka dari si ibu. Hal itu bermula ketika Kawar dan keluarganya akan menanami padi di ladang. Si ibu yang renta dan sudah tua tak bisa ikut. Menjelang siang, Kawar pun menyuruh anaknya untuk mengantarkan makanan kepada sang nenek. Sayang, cucu dari ibu Kawar malah menghabiskan makanan itu di jalan hingga menyisakan tulang. Si cucu pun memberikan makanan itu kepada sang nenek. Alangkah terkejutnya ia tatkala membuka pemberian sang cucu, hanya ada tulang sisa makanan. Merasa anaknya telah durhaka, nenek tersebut pun bersumpah, tanah di sekitar desa itu pun terangkat dan menenggelamkan seisi kampung. 4. Cerita Nantampuk Emmas Cerita rakyat dari Pakpak Dairi ini juga memiliki nilai moral yang bagus. Agar para pembaca menghindari sikap tidak menghargai, berdusta dan mau menang sendiri. Nah berikut cerita tentang Nantampuk Emmas dan Batu Kerbo. Nantampuk Mas adalah seorang gadis menawan keturunan marga Angkat. Pesonanya yang begitu memikat membuat pemuda marga Saraan terpikat. Usai proses lamaran adat, terbersitlah salah satu syarat ganjil dari keluarga Angkat dimana keluarga Saraan tidak boleh membiarkan Nantampuk Mas berjalan kaki menuju rumah mertuanya. Syarat itu pun dipenuhi, Nantampuk Mas ditandu oleh keluarga mempelai tanpa rasa curiga. Hari berganti minggu, Nantampuk Mas tak kunjung keluar dari bilik. Rasa penasaran yang menyergap membuat keluarga Saraan memutuskan untuk melihat kondisinya. Terkejutlah mereka usai mengetahui jika perempuan itu tak bisa berjalan. Meski demikian, marga Saraan tetap pada pendirian dan memperistri putri Angkat itu. Lain pula dengan keluarganya yang tak terima dan menganggap jika ia hanyalah beban baru di tengah keluarga. Merasa tak tahan, Nantampuk Mas pun melarikan diri ke lebbuh kampung. Singkat cerita, marga Angkat meminta Saraan menyediakan 7 kerbau sebagai ucapan maaf karena telah mempermalukan mereka. Tetapi, permintaan itu tak kunjung dipenuhi hingga suatu ketika, marga Angkat hendak mengadakan suatu pesta besar. Sempat terjadi cekcok lantaran Saraan menganggap 7 kerbau itu sudah impas karena Nantampuk Mas sudah diterima kembali oleh keluarga Saraan. Tetapi karena takut, mereka akhirnya tetap memberikan 1 kerbau. Keanehan mulai terjadi disaat kerbau itu dibawa, seketika terjadi guntur dan membuat kerbau itu berubah menjadi batu. Sayup-sayup, terdengar suara empung nenek moyang, mahluk tak kasat yang mengatakan kalau kerbau itu adalah simbol perdamaian karena pertikaian kedua keluarga tersebut. 5. Anehnya Batu yang Menggantung Obyek wisata di Parapat yang satu ini cukup fenomenal dimana jika Anda akan menelusuri panorama Danau Toba maka akan melihat sebuah batu menggantung di tepian kota Parapat dengan bentuk menyerupai manusia. Tak jauh berbeda dengan Lubuk Mas, cerita ini pun alurnya hampir sama persis tetang perjodohan sepihak. Selengkapnya, silahkan baca pada artikel tersendiri yang sudah buat secara khusus Legenda Terjadinya Batu Gantung 6. Cerita Rakyat dari Humbang Hasundutan Dikenal juga dengan sebutan Humbahas, tanah Batak ini pun memiliki banyak legenda. Salah satunya berisikan tentang awal mula terbentuknya 2 buah danau yang berasal dari pertikaian antara sesama keluarga. Pesan moralnya cukup bagus, mengajak setiap orang yang mendengar kisah tersebut tak mempertahankan ego dan menahan sikap rakus serta keinginan pribadi secara berlebihan. Detailnya, dapat dilihat pada postingan berikut Cerita Tao Silosung dan Si Pinggan 7. Kisah Sigale-gale yang Mengharukan Gerak tarian Sigale-gale bisa saja membuat penonton tertawa. Bagaimana tidak, atraksi wisata dimana patung menari terlihat menggemaskan dan lucu. Padahal, ada cerita rakyat dari Samosir yang mengiringi munculnya patung Sigale-gale. Konon, seorang raja yang masih merasa sangat kehilangan putranya meminta pandai pahat untuk membuatkan patung persis seperti anaknya, Manggalae. Agar dapat bergerak layaknya manusia, maka dimintalah Sibaso memberikan kehidupan bagi patung itu. Kebiasaan itu terus berlanjut hingga bertahun-tahun, setiap kali ada anggota keluarga harajaon yang pergi. Maka dibuatlah Sigale-Gale, si patung 'lemah gemulai' yang bisa menari. Ada banyak legenda yang sarat akan nilai-nilai kehidupan namun tentu saja kisah-kisah tersebut akan jauh lebih baik bila terus menerus diceritakan kepada anak cucu kita kelak sehingga dapat dilestarikan dan tidak hilang di telan zaman. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kurikulum Merdeka atau sering disebut Kurmer tidak lepas dari pembelajaran berdiferensiasi, karena sejatinya implementasi kurikulum merdeka adalah memberikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, memberikan keleluasaan pengelolaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik murid. Terdapat tiga jenis bentuk pembelajaran berdiferensiasi di kelas, yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk. Modifikasi modul ajar dan penyediaan bahan ajar mutlak diperlukan untuk memenuhi diferensiasi konten. Kurikulum merdeka membebaskan Tujuan PembelajaranTPdan alur tujuan pembelajaranATP disesuaikan kerakteristik murid. Maka, guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memilih bahan ajar sesuai dengan lingkungan bisa dipungkiri anak-anak sekarang lebih menyukai hal-hak bersifat global dan mulai melupakan sejarah lingkungannya sendiri termasuk cerita rakyat daerahnya. Anak-anak memang lebih kreatif dan lebih maju, namun kondisi psikisnya lambat laun lepas kendali. Mereka sering bersikap jauh dari nilai dan norma masyarakat di lingkungannya. Cerita rakyat daerah di manapun syarat akan nilai-nilai yang luhur perlu diadoptsi untuk pembelajaran. Di kabupaten Demak terdapat cerita rakyat Demak yang dapat dikembangkan menjadi bahan ajar dengan menjadi pengantar dalam materi pelajaran bahasa Indonesia. Langkah-langkah pengembangan Langkah pertama dalam pengembangan cerita rakyat Demak adalah mengumpulkan bahan cerita. Penulis menggunakan cerita rakyat Demak sesuai tempet mengajar. Bahan dapat ditemukan dalam buku-buku yang sudah beredar seperti Babad Demak dan lainnya, banyak juga ditemukan dalam pencarian melalui internet, namun lebih baik lagi menemukannya dari cerita langsung saksi hidup atau orang yang memiliki hubungan waris dan orang yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahan cerita sejarah Demak. Langkah berikutnya mencermati Tujuan Pembelajaran dan memilih cerita sesuai dengan materi yang dibutuhkan. Cerita rakyat menjadi pengantar setiap materi tersebut. Selanjutnya, disusun menjadi bahan ajar yang menarik untuk digunakan pada pembelajaran diferensiasi. Langkah PenerapanSebelum pembelaran guru memetakan dulu minat dan bakat murid dengan memberikan angket, berkonsultasi dengan orang tua, dan guru sebelumnya. Hasil dari pemetaan tersebut dijadikan acuan dalam membuat modul ajar dan penggunaan strategi pembelajaran. Pada pelaksaan pembelajaran di kegiatan inti pembelajaran guru mengelompokkan murid sesuai gaya belajarnya. Murid dengan gaya belajar visual atau anak-anak yang suka membaca diberikan berupa buku atau video, sedangkan kepada anak-anak dengan gaya belajar audiovisual dengan bentuk cerita langsung atau dengan bantuan audiovideo. Anak-anak dengan gaya belajar kinestetik diajak langsung ke lokasi-lokasi sejarah yan banyak terdapat di Demak seperti museum Demak, masjid Agung Demak, makam Kadilangu, Sendang Puro, dan masih banyak lainnya. Bisa juga dibebaskan untuk mencari sendiri di perpustakaan sekolah buku atau gambar yang diperlukannya. Guru memantau keaktifan murid dan memandu setiap langkah berdiferensiasi dengan bahan ajar cerita rakyat daerahDemak, membuat murid lebih tertarik dalam mempelajari dan memahami materi. Selain itu secara tidak sengaja mereka akan mengadopsi nilai-nilai luhur yang terdapat pada cerita rakyat tersebut. Lebih luas lagi dapat mewujudkan pelajar profil pancasila. Penulis yakin setiap daerah terdapat cerita rakyat dengan nilai-nilai luhur yang dapat diadopsi sebagai bahan pembelajaran. Selamat memandu Bapak Ibu guru. Lihat Pendidikan Selengkapnya Home » Sudut Pandang » Cerita dari Batak Toba Gender, Perempuan, dan Budaya Patriarki Laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan gender, diantaranya sifat biologis, fisik dan psikis. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tersebut sering melahirkan perdebatan apalagi di era saat ini. Perdebatan peran akhirnya memunculkan beberapa paham dan budaya, salah satunya budaya patriarki. Budaya ini berlaku pada suku Batak Toba. Perempuan Batak Toba mendapat diskriminasi gender dalam adat. Seorang istri harus selalu berada di bawah otoritas suami, serta saudara perempuan harus menghormati saudara laki-laki dan memiliki peran di bagian dapur sebagai parhobas pelayan dalam setiap acara kekeluargaan. Budaya patriarki adalah sistem yang memposisikan laki-laki sebagai pemilik otoritas dan kekuasaan dalam setiap aspek kehidupan. Perempuan dalam sistem ini tidak memiliki kebebasan dan selalu berada di bawah kuasa laki-laki. Di zaman prasejarah saat manusia masih belum mengenal tulisan, kedudukan perempuan dan laki-laki sama. Hal tersebut diperkuat oleh tulisan Simon de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex, yang dikutip oleh Tobing 199991-92. Perempuan pada zaman itu memiliki peran penting seperti melahirkan, mengurus keluarga, dan menjahit pakaian bagi keluarganya. Sedangkan laki-laki bertugas mencari makan dan melindungi keluarga dari hal-hal di luar. Selain itu, pemegang otoritas dalam keluarga adalah perempuan. Namun peran tersebut dianggap sederajat, karena masing-masing memiliki keunggulan dalam aspek kehidupan. Setelah terjadi kemajuan zaman, pekerjaan perempuan tergantikan dengan adanya alat-alat yang bisa membantu. Majunya teknologi saat itu membuat laki-laki menjadi lebih dominan dan peran perempuan menurun. Banyak pekerjaan perempuan yang digantikan laki-laki dengan bantuan alat. Kesenggangan peran tersebut terus terjadi sampai lahirnya revolusi industri di Inggris, peran perempuan dalam membuat pakaian pun tergantikan oleh kemajuan teknologi saat itu. Derajat perempuan menjadi di bawah laki-laki, bahkan laki-laki dihormati seperti raja dalam keluarga Tobing 199991-92. Budaya tersebut berbalik setelah lahirnya revolusi industri di Inggris, saat itu alat-alat yang dapat membantu pekerjaan manusia bermunculan, sehingga pekerjaan perempuan banyak yang tergantikan dengan memanfaatkan alat-alat yang ada. Majunya industri saat itu berdampak pada peran laki-laki yang lebih menonjol dari pada perempuan. Sistem tersebut akhirnya terus berkembang dan diturunkan ke setiap generasi sebagai adat istiadat yang harus dilakukan. Di Indonesia sendiri budaya patriarki masih sangat kental meskipun sebelumnya sudah ada pelopor emansipasi wanita yakni Kartini, tapi tetap saja banyak yang memandang perempuan sebagai makhluk lemah yang hanya bisa dijadikan objek. Perempuan dianggap tidak layak memimpin dan tidak akan pernah bisa menyaingi laki-laki dalam berbagai aspek. Segala yang berhubungan dengan sosial, ekonomi, dan politik adalah ranah laki-laki, sedangkan perempuan hanya boleh fokus pada ranah domestik. Budaya patriarki ini banyak terjadi di berbagai daerah, suku, bahkan bangsa. Bahkan dari banyaknya suku di Indonesia beberapa di antaranya juga masih menganut budaya patriarki. Salah satu suku yang terkenal dengan patriarkinya adalah suku Batak. Suku Batak cukup dikenal dengan suku yang masih memegang kuat adat istiadat dan budayanya. Ke mana pun dan di mana pun, suku Batak tetap kental dengan adatnya. Selain itu, suku Batak juga dikenal sebagai suku yang orang-orangnya banyak merantau ke hampir setiap daerah di Indonesia. Khususnya di pulau Jawa. Saat merantau pun orang-orang Batak di perantauan tidak melupakan dan tidak lepas dari adat istiadatnya. Bahkan mereka membuat kumpulan-kumpulan Batak berdasarkan marga atau tempat tinggal. Suku Batak sendiri terbagi berdasarkan wilayahnya, yaitu Batak bagian selatan, timur dan utara Danau Toba. Bagian selatan yaitu Batak Toba dan Angkola. Bagian timur Batak Simalungun, sedangkan bagian utara Batak Karo dan Batak Dairi atau biasa disebut Pak-pak. Suku Batak Toba adalah salah satu yang paling menonjol dan sering terdengar namanya. Budaya patriarki dalam suku Batak khususnya Batak Toba bisa dibilang masih melekat dan telah berkembang menjadi tradisi. Dalam suku Batak Toba terdapat sistem kekerabatan yang menampilkan budaya patriarki yaitu Dalihan Na Tolu dalam bahasa Indonesia berarti Tungku Nan Tiga. Tiga unsur dalam Dalihan Na Tolu diantaranya – Manat Mardongan Tubu kerabat satu marga, artinya memelihara hubungan antar kerabat satu marga khususnya laki-laki. – Elek Marboru anak perempuan, artinya membujuk dan mengayomi saudara perempuan. – Somba Marhula-hula keluarga perempuan, saudara perempuan harus hormat kepada saudara laki-laki dan orang tua. Sistem kekerabatan tersebut masih sangat kental digunakan dan diterapkan suku Batak sebagai sikap dalam memperlakukan orang lain. Dua diantaranya dilakukan setelah ada pernikahan, yaitu Elek Marboru dan Somba Marhula-hula. Dua unsur tersebut merupakan cerminan patriarki antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Dalam setiap acara adat biasanya saudara perempuan tidak begitu dipandang dan hanya sebagai tamu yang tidak banyak ikut andil dalam acara utama, tapi memegang peran di dapur atau sering disebut parhobas yang artinya pelayan. Sedangkan saudara laki-laki menjadi raja dan tokoh utama dalam acara adat. Itu harus dan mutlak. Dalam adat masyarakat Toba, perempuan dipandang sebagai anak yang berada di urutan kedua, sedangkan anak laki-laki di urutan pertama, bahkan dianggap raja. Anak laki-laki dalam suku Batak sangat diagungkan dan diharapkan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki peran besar dalam membawa dan meneruskan nama keluarga atau biasa disebut marga. Marga adalah identitas berharga dan penting dalam suku Batak. Sebagai tanda kekerabatan marga hanya diturunkan dari laki-laki. Anak perempuan dalam suku Batak Toba dianggap penting dalam hal menghasilkan penerus bagi marga para laki-laki. Bisa dikatakan dalam satu keluarga dipandang cacat jika tidak memiliki anak laki-laki, tapi tidak berpengaruh jika tidak memiliki anak perempuan. Untuk anak perempuan, marga hanya akan berhenti sampai mereka saja, bahkan setelah menikah mereka akan lebih dikenal lewat marga laki-laki atau suami. Setelah menikah, anak perempuan akan ikut sepenuhnya ke keluarga suami karena dia telah dibeli dengan sinamot, sehingga dia tidak begitu wajib dalam membantu mengurus orang tua, tapi wajib mengurus mertua. Patriarki antara suami dan istri di suku Batak Toba tidak jauh berbeda dengan suku dan daerah lainnya. Perempuan harus mengurus rumah dan keluarga, melayani suami dengan baik, patuh, dan hormat terhadap suami tanpa bantahan apapun. Laki-laki sebagai pemimpin yang memegang kendali dan aktif terjun ke publik. Saat ini, zaman semakin berkembang dan semakin banyak yang memperdebatkan bahkan menyatakan dengan terang-terangan kontra terhadap budaya patriarki. Perempuan pun sudah mulai muncul dan terlibat dalam hal-hal umum di masyarakat, begitupun perempuan Batak Toba. Bahkan dalam beberapa kejadian perempuan Batak sering dianggap lebih keras dan bijak daripada laki-laki, terutama dalam hubungan rumah tangga. Namun dalam adat istiadat terutama dalam sistem Dalihan Na Tolu, kedudukan perempuan masih belum mengalami perubahan atau mungkin tidak akan mengalami perubahan. Adat istiadat yang telah lama diturunkan dan sangat kental dalam suku Batak membuat budaya patriarki tersebut akan terus berlangsung. Pihak perempuan Batak pun sejauh ini masih menerima dan merasa layak diperlakukan seperti itu. Referensi Simanjuntak, R. S. R. 2021. Eksistensi Perempuan Batak Toba di Parlemen Kabupaten Samosir dalam Budaya Patriarki. Romaia, N. N. 2001. POSISI PEREMPUAN DALAM ADAT DAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT BATAK TOBA Studi Deskriptif Tentang Subordinasi Perempuan Batak Toba di Yogyakarta Dilihat dari Sistem Ke. kerabatan Daliban Na Tolu Doctoral dissertation, UAJY. Herman Neubronner van der Tuuk, penerjemah Injil dalam bahasa Batak. Foto KITLV. Tanah Batak pernah kedatangan tamu asing. Matanya sipit dan berkulit kuning. Orang Batak setempat menyebutnya dengan panggilan “Si Pandortuk”. Tapi siapa nyana, pendatang asing itu ternyata memiliki darah Belanda. Nama lengkapnya Herman Neubronner van der Tuuk. Bermodal pengetahuan bahasa Batak pesisir dan disertai seorang pedagang Melayu, van der Tuuk tiba di Lembah Bakara pada Februari 1853. Van der Tuuk jadi orang Eropa pertama yang menyaksikan keberadaan Danau Toba –tempat yang bagi pendatang asing saat itu tidak lebih dari kabar burung. Sebelum van der Tuuk, orang Batak Toba gigih merahasiakan petunjuk arah ke Danau Toba. “Mereka menganggap itu sebagai tempat tinggal para dewa dan kekuatan yang mengendalikan dunia,” tulis van der Tuuk dalam suratnya suratnya tanggal 23 Juli 1853 kepada Profesor Jan van Gilse, sekretaris Lembaga Alkitab Belanda dikutip Beekman dalam Fugitive Dreams An Anthology of Dutch Colonial Literature. Selain melihat Danau Toba dan rumah-rumah Bolon yang megah bak istana, van der Tuuk mendapati apa yang dicarinya. Dia bercengkerama dengan para datu dukun adat yang menyalin tulisan kitab kulit kayu yang disebut pustaha. Gambaran peradaban Batak diperolehnya melalui pustaha sejarah penciptaan, cerita rakyat, pranata sosial, hingga mantra-mantra. Pengalamannya memasuki jantung Tanah Batak yang keramat itu meneguhkan niatan van der Tuuk untuk melanjutkan tugas mulia yang sempat tertunda. Mata van der Tuuk kian tercelik untuk menerjemahkan Injil, bagian dari kitab suci agama Kristen. Bagi penganut Kristen, Injil adalah kabar keselamatan yang memberitakan penebusan umat manusia dari dosa oleh Yesus Kristus. “Sekarang aku yakin untuk menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Batak Toba,” kata van der Tuuk di bagian akhir suratnya kepada van Gilse. Pekerjaan yang semula dibencinya. Menjadi Penerjemah Injil Van der Tuuk lahir di Malaka pada 24 Oktober 1824 ketika wilayah itu dikuasai Belanda. Ayahnya, Selfridus van der Tuuk, seorang Belanda totok. Sedangkan ibunya, Loisa Neubronner, keturunan Eurasia berdarah Melayu. Setelah Malaka ditukar dengan Bengkulu lewat Traktat London, van der Tuuk menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Pada usia 15 tahun, van der Tuuk menamatkan sekolah formalnya. Dia diterima di jurusan hukum Universitas Groningen sesuai keinginan ayahnya. Namun di tengah jalan dia lebih tertarik mendalami studi linguistik. Sejak 1845, van der Tuuk mempelajari bahasa-bahasa Timur seperti Ibrani, Arab, dan Sansekerta di Universitas Leiden. Setahun kemudian, publikasi perdananya diterbitkan. Kemampuan van der Tuuk menguasai bahasa tidak terlepas dari daya ingatnya yang luar biasa. “Dia mempunyai fotografi memori,” tulis Beekman. Bakat van der Tuuk menarik Nederlands Bijbelgenootschap NBG/Lembaga Alkitab Belanda untuk mempekerjakannya. Saat itu, NBG membutuhkan beberapa ahli bahasa untuk menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Makassar, Batak, Dayak, dan Bugis. Atas rekomendasi dosennya di Leiden, van der Tuuk menjadi utusan NBG untuk meneliti bahasa Batak. Pada 8 Desember 1847, van der Tuuk menandatangani kontrak dengan NBG. Dia ditugaskan membuat kamus bahasa Batak beserta tata bahasanya. Selanjutnya, dia diharuskan menerjemahkan kitab Injil Perjanjian Baru ke dalam dialek bahasa Batak. “Van der Tuuk tidak pernah menyenangi instruksi kedua penugasannya. Sikapnya terhadap agama Kristen tidak begitu positif dan selama hidupnya kemudian antipatinya menjadi lebih kuat,” tulis Andries Teeuw, linguis dan kritikus sastra Indonesia terkemuka, dalam pengantar buku van der Tuuk A Grammar of Batak Toba, cetakan 1971. Toh, van der Tuuk tetap menerima tawaran itu dengan pertimbangan pragmatis. Bekerja di Hindia Belanda memberinya kesempatan untuk mengunjungi keluarganya. Lagi pula, NBG membayarnya sebesar gulden setahun untuk pekerjaan yang dia senangi. Honor yang cukup besar pada zaman itu. Di Tanah Batak Setibanya di Sumatra pada 1851, van der Tuuk ditempatkan di Barus. Demi pengumpulan bahan penelitian, dia melakukan apa saja untuk mendapatkan kepercayaan rakyat lokal. Dengan berjalan kaki, van der Tuuk melintasi seluruh kawasan Tanah Batak. Si Pandortuk atau Raja Tuk –demikian orang-orang Batak memanggilnya– menerima siapa saja yang bertandang ke rumahnya. Pergaulan yang akrab dengan orang Batak menyebabkan van der Tuuk menentang penggunaan bahasa Melayu. Laporannya kepada NBG disertai kritik mengenai sikap pejabat Belanda yang tidak mengetahui bahasa Batak dan watak rakyatnya. “Bila pemerintah ingin memajukan orang-orang pribumi maka para pejabat hendaklah menyapa hati mereka dan itu tidak akan terjadi selagi mereka masih mempergunakan bahasa Melayu pasar. Kita terlalu sombong untuk bergaul dengan orang pribumi secara erat dan memahirkan bahasanya kita anggap barang sepele saja. Perkawinan kita dengan untung laba telah mencekik setiap perhatian untuk orang pribumi,” tulis van der Tuuk kepada NGB dikutip Rob Nieuwenhuys dalam Bianglala Sastra Bunga Rampai Sastra Belanda tentang Kehidupan di Indonesia. Van der Tuuk pula yang mendesak agar misi zending segera mengutus penginjilnya ke Tapanuli. Dia juga menganjurkan agar para penginjil itu setibanya di Tapanuli mengawini gadis-gadis Batak dan memelihara babi untuk membendung pengaruh Islam dari arah selatan. Desakan ini dilatari rasa frustrasinya menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Batak. Dalam suratnya kepada NBG, 27 Maret 1854, van der Tuuk menyebut kesulitan menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Batak karena tidak ada kata yang dapat ditemukan dalam bahasa ini, misalnya untuk menjelaskan kata surga, neraka, dan keabadian. “Saya merasa bahwa suatu terjemahan Alkitab yang sesungguhnya baru membuahkan hasil setelah ada pengaruh dari para zendeling,” tulis van der Tuuk, dikutip Kees Groeneboer, “Dari Radja Toek sampai Goesti Dertik” termuat dalam Jurnal Humaniora Vol. 14, No. 2, 2002. Pada April 1857, van der Tuuk memutuskan ambil cuti ke Belanda. Dia membawa 152 pustaha dan 29 manuskrip bahasa untuk diolah. Di masa ini, dia menerbitkan karya literaturnya tentang linguistik Batak Bataksch-Nederduitsch Woordenboek Kamus Batak-Belanda, 1861 dan Tobasche Spraakkunst Tata Bahasa Toba, 1864. Dia juga menjadi linguis pertama yang merancang aksara Batak. Dalam Bataksch Leesboek Buku Bacaan Batak, 1860, dia membaginya ke dalam tiga set berdasarkan sub-etnis Angkola-Madailing, Toba, dan Pakpak. Selain itu, beberapa kitab Injil berhasil diterjemahkannya, yaitu Kejadian, Keluaran, Yohanes, dan Lukas. Menurut Uli Kozok, filolog Universitas Hawaii, tata bahasa Batak Toba karya van der Tuuk merupakan gramatika pertama mengenai salah satu bahasa lokal di Hindia Belanda yang disusun secara ilmiah. “Ini sungguhlah merupakan prestasi yang luar biasa mengingat bahwa zaman van der Tuuk menyusun tata bahasanya, Tanah Batak masih merupakan terra in cognita tanah yang tidak diketahui di peta ilmiah,” tulis Kozok dalam Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Pada 1861, seorang pendeta muda bernama Ludwig Inger Nommensen mengunjungi van der Tuuk di Amsterdam. Sang pendeta muda mau belajar bahasa dan budaya Batak. Nommensen kelak dikenal sebagai misionaris paling berhasil di Tanah Batak. Namun dibalik itu, ada sosok van der Tuuk, linguis telaten yang kendati mengaku ateis, telah membuka pintu bagi penyebaran agama Kristen di Tanah Batak.

cerita rakyat dalam bahasa batak